A.
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Menurut Jalaludin & Abdullah
dalam bukunya filsafat pendidikan
(2009:167) dalam ketetapan MPR
Nomor 11/MPR/1978, Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia,
kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar negara.
Disamping menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, Pancasila juga merupakan
kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai puncak
kebahagiaan jika dapat diimbangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam
hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan
dalam masyarakat, alam tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan
kebahagiaan ruhaniah.
Oleh karena itu, bagi bangsa Indonesia,
kedudukan pancasila sangat penting. Panasila adalah dasar negara ini. Kelima
silanya merupakan rumus berfikir dan bersikap rakyat Indonesia. Semakin terasa
lebih penting bila membicarakan pancasila berkaitan dengan kehidupan umat islam
diIndonesia karena mayoritas penduduknya adalah muslim. Selama ini muncul
stigma bahwa terjadi pertentangan antara dasar hukum yang dipegang umat islam
dengan Pancasila. Hal ini adalah kekeliruan atau bisa dikatakan pengeliruan
pihak tertentu.[2]
Pada dasarnya mayoritas muslim di Indonesia tidak pernah
bertentangan atau menentang Pancasila. Sebab, para penyusun negara inipun
sebagian besar kaum muslim. Apalagi bila dilihat pada asal atau “roh” Pancasila
adalah Piagam Jakarta. Piagam ini merupakan Piagam yang sangat memfasilitasi
umat islam dalam berpegang pada syariahnya, bahkan sebetulnya ia juga
memfasilitasi umat lainnya. Namun, selalu saja ada yang salah paham dengan
keinginan hakiki umat islam ini. Ada pihak-pihak yang menyebar luaskan stigma
bahwa umat islam itu anti Pancasila. Juga, muncul berbagai tuduhan lain yang
sangat memojokkan umat islam. Hal ini semakin menjadi-jadi tatkala muncul
peraturan daerah yang mempunyai nafas keislaman atau kesyariahan. Persoalan inilah yang membuat Dr.Adian
Husaini tergelitik untuk meluruskan salam paham yang selama ini berkembang atau
dikembangkan. Pada 9 Juni 2009 lalu, saat berada dikota Bandung, saya menemukan
sebuah Tabloit kristen, Reformata. Sebelumnya sudah beberapa kali saya
membaca tabloid ini, dalam beberapa edisinya. Dibandingkan media kristen
lainnya, Reformata lebih berani mengungkapkan aspirasi kaum Kristen secara
terbuka. Namun, kali ini, isinya cukup membuat saya terperangah. Saya nyaris
tidak percaya apa yang saya baca. Pada edisi 103/2009 tersebut, Tabloid ini
mempersoalkan penerapan syariat Islam. Para anggota DPR yangsedang menggodok
RUU makanan Halal dan RUU Zakat dikatakan akan meruntuhkan Pancasila dan
menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bahkan, Tabloid
Kristen ini menuduh umat Islam Indonesia sedang berpesta pora melaksanakan
syariat Islam diIndonesia saat ini. “Para pihak yang memaksakan kehendaknya
ini, dengan dalih membawa aspirasi kelompok mayoritas, saat ini telah berpesta
pora diatas kesedihan kelompok masyarakat lain, karena ambisi mereka, satu demi
satu berhasil sipaksakan. Entah apa jadinya negara ini nanti, hanya Tuhan yang
tahu.” demikian kutipan dari sikap
Redaksi Tabloid tersebut.
Cornelius
D.Ronowidjojo, ketua umum DPP PIKI (Persekutuan Intelegen Kristen
Indonesia), seperti dikutip Tabloid Reformata edisi tersebut menyatakan bahwa
Piagam Jakarta sekarang sudah dilaksanakan dalam realitas ke-Indonesiaan
melalui Perda dan UU. Cornelius meminta penyelenggaraan negara bertobat, dalam
arti kembali kepada Pancasila secara murni dan konsekuen. “saya mengatakan
bahwa mereka sedang berpesta ditengah puing-puing keruntuhan NKRI,” kata
Cornelius.[2]
Bagi sebagian kaum Muslim tentu
sulit memahami pemikiran dan sikap kaum Kristen di Indonesia semacam itu. Entah ini sikap sejati sebagai
orang Kristen atau sikap politis untuk tujuan-tujuan tertentu. Wallahu a’lam.
Hanya Allah yang tahu. Tapi merenungkan isi tabloid tersebut, saya kemudian
bergerak untuk melakukan penelitian yang agak serius tentang Pancasila dan UUD
1945, serta berbagai penafsiran yang dikehendaki oleh para tokoh Islam, perumus
Pancasila, maupun para tokoh Kristen sendiri. Selama sekitar satu bulan
kemudian, alhamdulillah, penelitian itu selesai dan saya tuangkan dalam
bentuk buku berikut ini. Karena begitu singkatnya penelitian ini, pada satu
sisi, saya cukup puas dengan hasilnya, tetapi pada sisi lain, sejalan dengan
informasi dan referensi yang terus bertambah, saya tentu saja belum puas, dan
ingin mengembangkan penelitian ini lebih jauh lagi dimasa yang akan datang. Ketika
buku ini saya anggap cukup memadai untuk dibaca, saya menemukan lagi tabloid
reformata edisi 110/2009, yang lagi-lagi, juga menghujat penerapan syariat
islam diindonesia. Edisi kali ini mengangkat judul sampul : “RUU Diskriminasi
segera disahkan.” Yang dimaksud adalah RUU makana Halal yang akan disahkan oleh
DPR. Tabloid yang terbit menjelang pilres 2009 ini, menulis pengantar redaksi
sebagai berikut :
“kita memerlukan presiden yang
tegas dan berani menetang segala intrik atau manuver-manuver kelompok tertentu yang ingin merongrong Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Ketika kelompok ini merasa gagal
diperjuangkannya “Piagam Jakarta”, kini mereka membangun perjuangan itu lewat
jalur legislasi. Mereka memasukkan nilai-nilai agama mereka kedalam peraturan
perundang-undangan. Kini ada banyak UU yang mengarahkan kepada syariah,
misalnya UU perkawinan, UU peradilan Agama, UU wakaf, UU sisdiknas, UU
perbankan syariah, UU surat berharga syariah (SUKUK), UU yayasan, UU Arbitrase,
UU pornorafi dan pornoaksi, dan lain-lain. Apapun alasannya, semua ini
bertentangan denga prinsip dasar negeri ini.”
Itulah kerasnya sikap sebagian kaun Kristen dalam menentang
berlakunya syariat Islam diindonesia. Bahkan, Konferensi Wali Gereja Indonesia
(KWI), induk kaum Katholik Indonesia, telah mengirimkan surat kepada capres
ketika itu. Isinya sebagai berikut : “Untuk menjaga kesatuan Negara republik
Indonesia, kami menganjurkan kepada presiden dan wakil presiden terpilih untuk
membatalkan 151 peraturan daerah ini dan yang semacamnya serta tidak pernah
akan mengesahkan peraturan perundang-undangan yang bertentanga dengan
konstitusi Repblik I ndonesia.”[2]
Adalah aneh dan sungguh sulit dipahami, bahwa kaum Kristen
masih mempersoalkan UU perkawinan yang telah berlaku bagi umat Isalam sejak
tahun 1974. Aneh juga kalau UU tentang sisdiknas yang sudah disahkan oleh DPR
dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2003 juga terus dipersoalkan, dan
dianggap oleh kaum Kristem sebagai hal yang bertentangan dengan Pancasial.
Sikap kaum Kristen diindonesia inilah yang perlu dipahami bangsa indonesia.
Meskipun minoritas tetapi mereka berani menyatakan sikap keagamaannya dengan
tegas, jelas, dan enggan berkompromi.
Jika kita telusuri sikap kaum Kristen terhadap Pancasila dan
UUD 1945, sebagaimana dipaparkan dalam buku ini,kita akan menemukan gambaran
yang lebih jelas. Secara umum, sulit dihindari pandangan umum, bahwa cara
pandang kaum Kristen diindonesiaterhadap islam dan umat islam saat ini, masih
belum bergeser banyak dari pandangan sikap kaum penjajah Belanda. Dalam sejarah
perjalanan bangsa indonesia, sikap Kristen sudah berhasil memaksakan kehendaknya,
sehingga pada 18 Agustus 1945, “tujuh kata” (denga kewajiban menjalankan syariat islam
bagi pemeluk-pemeluknya ) dihapus dari piagam jakarta. Umat islam ketika
itu terpaksa menerima, untuk menjaga keberlangsungan negara merdeka yang baru
saja diproklamasikan satu hari sebelumnya. Piaga Jakarta kemudian dijadikan
momok.[2]
2.
Rumusan masalah
a.
Bagaimana membangun karakter
bangsa dengan pancasila .
b.
Bagaimana konsep Pancasila
dalam perspektif alquran
3.
Tujuan penulisan
B.
LANDASAN TEORI
1.
Pancasila sebagai karakter bangsa
Transformasi nilai-nilai kebangsaan (pancasila) dalam
membangun karakter bangsa perlu dilakukan oleh segenap komponen bangsa karena
sangat menentukan bagi masa depan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia, terutama untuk “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial (Pancasila danPembukaan UUD 1945).
Pemahaman terhadap karakter dan karakter bangsa perlu benar-benar didalami agar
dapat dihayati dan terbangun dalam setiap pribadi, anggota keluarga dan warga
bangsa. Karakter bukanlah sesuatu yang sudah jadi, melainkan dimiliki lewat
proses pemikiran, sesuatu yang terus diwacanakan, kemudian diwujudkan dalam
tindakan, dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan dalam kehidupan kita. Bentuk dan
nilai-nilai kebangsaan yang patut ditransformasikan dalam membangun karakter
bangsa, secara umum adalah nilai-nilai Pancasila.[6]
Salah atu pemikir diindoneia yang sering dirujuk dalam penafsiran
Pancasial adalah Prof. Soediman Karto-hadiprodjo, dari Universitas Katholok
Parahyangan Bandung. Ia menulis sebuah buku yang berjudul Pancasila
dan/dalam Undang-Undang Dasar 1945, (Bandung: Bima Cipta). Diawal tahun
1960-an, ketika pemikirannya mulai diungkap, Kartohadiprodjo berani mengkritik
pemikiran Soekarno tentang Pancasila. Namun, ia tetap mengakui Soekarno sebagai
penggali Pancasila. Ketika itu, dalam berbagai kursus, Bung Karno menyatakan
bahwa Pancasila ada-lah “subimasi dari Declaration of Independence dan mani-festo komunis, eeng hogere optrekking”.
Menurut Kartohadiprodjo, Bung Karno keliru. Sebab, pangkal dari Declaration
of Independence dan manifesto Komunis, adlah individualisme. Juga, declaration of Independence baru berumur
sekitar 1-2 abad. Sedangkan manifesto kumunis berumur 1 abad. Sedangkan
Pancasila menurut Kartohadiprodjo, sudah terpendam dibumi Indonesia selama 3,5
abad. Maka bagaimana mungkin sesuatu yang berumur lebih ua dari 3,5 abad itu
dapat tersusun dari unsur-unsur yang jauh lebih muda? Kartohadiprodjo kemudian
menyimpulkan bahwa :
a.
Pancasila adalah filsafat
bangsa indonesia dalam artipandangan dunia. Sebagai pandanga dunia dengan kata
lain filsafat, ia bersistem dan sila-sila Pancasila kait-mengkait secara bulat.
Kebulatan itu menunjukkan hakikat maknanya sedemikian rupa sehingga memenuhkan
bangun filsafat Pancasila itu jika substansinya memang sesuai dengan isi jiwa bangsa Indonesia
turun-temurun. Isis jiwa inilah yang merupakan alat pengukur benar tidaknya isi
yang diberikan itu benar-benar adalah filsafat pancasila.
b.
Pancaran jiwa suatu bangsa
adalah dalam kebudayaannya dan didalamnya salah stu subsistem normatifnya
adalah sistem hukum Adat sebagai sistem hukum tersendiri dalam kebudayaan
Indonesia. Azas hukum adat dapat dipakai sebagai tolok ukur isi jiwa bangsa
Indonesia, dan isi jiwa bangsa yang terungkap dalam pergaulan hidup khususnya
yang terkristalisasi dalam hukum adat ialah terminologi kesatuan dalam
perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan.[2]
kita perlu memahami,mengahyati, dan mengamalkan pancasila
dalam segi kehidupan.Tanpa upaya itu, Pancasila hanya akan menjadi rangkaian
kata-kata indah dan rumusan yang beku dan mati serta tidak mempunyai arti bagi
kehidupan bangsa kita. Pancasial yang dimaksud disini adalah Pancasila yang
dirumuskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri dari 5 sial
dan penjabarannya sebanyak 36 butir yang masing-masing tidak dapat dipahami
secara terpisah melainkan satu kesatuan. Sangatlah wajar kalau Pancasila
dikatakan sebagai fisafat hidup bangsa karena, menurut Muhammad Noor Syam
(1983:346).Nilai-nilai dasar dalam sosio budaya Indonesia hidup dan berkembang
sejak awal peradabannnya yang meliputi :
a.
Kesadaran ketuhanan dan
kesadaran keagamaan secara sederhana;
b.
Kesadaran kekeluargaan,
dimana cinta dan keluarga sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat dan
sinambungnya generasi;
c.
Kesadaran musyawarah
mufakat dalam menetapkan kehendak bersama;
d.
Kesadaran gotong-royong,
tolong-menolong;
e.
Kesadaran tenggang rasa,
atau tepa selira, sebagai semangat kekluargaan dan kebersamaan;
hormat-menghormati, saling pengertian demi keutuhan kerukunan dan kekeluargaan
dalam kebersamaan.
Pancasila adalah dasar negara indonesia yang merupakan fungsi utamanya
dan dari segi materinya digali dari pandangan hidup dan kepribadian bangsa
(Dardodiharjo,1988:17). Pancasila dalah dasar negara bangsa indonesia yang
mempunyai fungsi dalam hidup dan
kehidupan bangsa dan negara indonesia tidak saja sebagai dasar negara RI, tapi
juga alat pemersatu bangsa, kepribadian
bangsa, pandangan hidup bangsa, sumber dari sumber hukum dan sumber ilmu
pengetahuan diIndonesia (Aziz,1984: 70). Dari sini dapat kita ketahui bahwa
Pancasila merupakan dasar negara bangsa yang membedakannya dengan yang lain.[1]
2.
Studi analitik Pancasila
dalam pesrpektif alquran
a.
Sila pertama dalam
perspektif Al-qur’an
“Ketuhanan yang maha Esa” adalah konsep ketuhanan yang memiliki
makna konsep tauhid, yaitu konsep ketuhanan dalam islam yang mengakui Allah
sebagai satu-satunya tuhan yang berhak disembah, ditaati, dan dipuja. Ketuhanan
yang maha Esa tidak dapat dimaknai dengan pemahaman, bahwa “Tuhan tidak ada,
karena tuhan hanya ilusi pemikiran manusia ”. karena itu, konsep Tauhid tidak
mungkin hidup damai denga ateisme. Dalam satu makalah yang berjudul “ Hubungan
Agama dan Pancasila” yang dimuat dalam buku Peranan Agama dalam Pemantapan
Ideologi Pancasila, terbitan Badan Litbang Agama, Jakarta 1984/1985, Rais
Aam NU, KH Achmad Siddiq, menyatakan:
“kata “Yang Maha Esa” pada sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa)
merupakan imbangan tujuh kata yang dihapus dari sila pertama menurut rumusan
semula. Pergantian ini dapat diterima dengan pengertian bahwa kata “Yang Maha
Esa” merupakan penegasan dari sila ketuhanan, sehingga rumusan “Ketuhanan Yang Maha
Esa” itu mencerminkan pengertian tauhid (mnoteisme murni) menurut akidah
Islamiyah (surat al-ikhlas). Kalau para pemeluk agama lain dapat menerimanya,
maka kita bersyukur dan berdoa.” [2]
b.
Sila ke-dua dalam
perspektif Al-qur’an
“Kemanusiaan yang adil dan beradab”
c.
Sila ke-tiga dalam
perspektif Al-qur’an
“Persatuan indonesia”
d.
Sila ke-empat dalam
perspektif Al-qur’an
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan”
e.
Sila ke-lima dalam
perspektif Al-qur’an
“Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia”
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
2.
Saran
Daftar pustaka :
MEMBANGUN KARAKTER BANGSA DALAM PERSPEKTIF ALQURAN
Jalaludin & Abdullah. 2009. Filsafat pendidikan.
Jogjakarta : AR-RUZZ MEDIA.[1]
Husaini, Adian. 2009. PANCASILA BUKAN UNTUK MENINDAS HAK
KONSTITUSIONAL UMAT ISLAM. Jakarta : GEMA INSANI.[2]
Suryanegara, Ahmad.
2010. API SEJARAH. Bandung : Salamadani.[3]
Tuk Setyohadi. 2003. SEJARAH PERJALANAN BANGSA INDONESIA
DARI MASA KE MASA. Bogor : Rajawali Corporation.[4]
Alburaikan, Ibrahim. 1998. PENGANTAR STUDI AQIDAH ISLAM.
Jakarta : Robbani press.[5]
Elektronik,zubair.Juni 2014. Makalah Pancasila Pengertian
Karakter dan Karakter bangsa.ZUBAIR@ELEKTRONIK.Diakses dari : http://makalahzubair.blogspot.com/2014/06/makalah-pancasila-pengertian-karakter.html
[6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar