Rabu, 29 April 2015



A.     PENDAHULUAN       
1.      Latar belakang
Menurut Jalaludin & Abdullah dalam bukunya  filsafat pendidikan (2009:167)  dalam ketetapan MPR Nomor 11/MPR/1978, Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar negara. Disamping menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, Pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat diimbangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan dalam masyarakat, alam tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan ruhaniah.
 Oleh karena itu, bagi bangsa Indonesia, kedudukan pancasila sangat penting. Panasila adalah dasar negara ini. Kelima silanya merupakan rumus berfikir dan bersikap rakyat Indonesia. Semakin terasa lebih penting bila membicarakan pancasila berkaitan dengan kehidupan umat islam diIndonesia karena mayoritas penduduknya adalah muslim. Selama ini muncul stigma bahwa terjadi pertentangan antara dasar hukum yang dipegang umat islam dengan Pancasila. Hal ini adalah kekeliruan atau bisa dikatakan pengeliruan pihak tertentu.[2]
Pada dasarnya mayoritas muslim di Indonesia tidak pernah bertentangan atau menentang Pancasila. Sebab, para penyusun negara inipun sebagian besar kaum muslim. Apalagi bila dilihat pada asal atau “roh” Pancasila adalah Piagam Jakarta. Piagam ini merupakan Piagam yang sangat memfasilitasi umat islam dalam berpegang pada syariahnya, bahkan sebetulnya ia juga memfasilitasi umat lainnya. Namun, selalu saja ada yang salah paham dengan keinginan hakiki umat islam ini. Ada pihak-pihak yang menyebar luaskan stigma bahwa umat islam itu anti Pancasila. Juga, muncul berbagai tuduhan lain yang sangat memojokkan umat islam. Hal ini semakin menjadi-jadi tatkala muncul peraturan daerah yang mempunyai nafas keislaman atau kesyariahan.  Persoalan inilah yang membuat Dr.Adian Husaini tergelitik untuk meluruskan salam paham yang selama ini berkembang atau dikembangkan. Pada 9 Juni 2009 lalu, saat berada dikota Bandung, saya menemukan sebuah Tabloit kristen, Reformata. Sebelumnya sudah beberapa kali saya membaca tabloid ini, dalam beberapa edisinya. Dibandingkan media kristen lainnya, Reformata lebih berani mengungkapkan aspirasi kaum Kristen secara terbuka. Namun, kali ini, isinya cukup membuat saya terperangah. Saya nyaris tidak percaya apa yang saya baca. Pada edisi 103/2009 tersebut, Tabloid ini mempersoalkan penerapan syariat Islam. Para anggota DPR yangsedang menggodok RUU makanan Halal dan RUU Zakat dikatakan akan meruntuhkan Pancasila dan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bahkan, Tabloid Kristen ini menuduh umat Islam Indonesia sedang berpesta pora melaksanakan syariat Islam diIndonesia saat ini. “Para pihak yang memaksakan kehendaknya ini, dengan dalih membawa aspirasi kelompok mayoritas, saat ini telah berpesta pora diatas kesedihan kelompok masyarakat lain, karena ambisi mereka, satu demi satu berhasil sipaksakan. Entah apa jadinya negara ini nanti, hanya Tuhan yang tahu.”  demikian kutipan dari sikap Redaksi Tabloid tersebut.
Cornelius  D.Ronowidjojo, ketua umum DPP PIKI (Persekutuan Intelegen Kristen Indonesia), seperti dikutip Tabloid Reformata edisi tersebut menyatakan bahwa Piagam Jakarta sekarang sudah dilaksanakan dalam realitas ke-Indonesiaan melalui Perda dan UU. Cornelius meminta penyelenggaraan negara bertobat, dalam arti kembali kepada Pancasila secara murni dan konsekuen. “saya mengatakan bahwa mereka sedang berpesta ditengah puing-puing keruntuhan NKRI,” kata Cornelius.[2]
Bagi sebagian kaum Muslim tentu sulit memahami pemikiran dan sikap kaum Kristen di Indonesia  semacam itu. Entah ini sikap sejati sebagai orang Kristen atau sikap politis untuk tujuan-tujuan tertentu. Wallahu a’lam. Hanya Allah yang tahu. Tapi merenungkan isi tabloid tersebut, saya kemudian bergerak untuk melakukan penelitian yang agak serius tentang Pancasila dan UUD 1945, serta berbagai penafsiran yang dikehendaki oleh para tokoh Islam, perumus Pancasila, maupun para tokoh Kristen sendiri. Selama sekitar satu bulan kemudian, alhamdulillah, penelitian itu selesai dan saya tuangkan dalam bentuk buku berikut ini. Karena begitu singkatnya penelitian ini, pada satu sisi, saya cukup puas dengan hasilnya, tetapi pada sisi lain, sejalan dengan informasi dan referensi yang terus bertambah, saya tentu saja belum puas, dan ingin mengembangkan penelitian ini lebih jauh lagi dimasa yang akan datang. Ketika buku ini saya anggap cukup memadai untuk dibaca, saya menemukan lagi tabloid reformata edisi 110/2009, yang lagi-lagi, juga menghujat penerapan syariat islam diindonesia. Edisi kali ini mengangkat judul sampul : “RUU Diskriminasi segera disahkan.” Yang dimaksud adalah RUU makana Halal yang akan disahkan oleh DPR. Tabloid yang terbit menjelang pilres 2009 ini, menulis pengantar redaksi sebagai berikut :
kita memerlukan presiden yang tegas dan berani menetang segala intrik atau manuver-manuver kelompok  tertentu yang ingin merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Ketika kelompok ini merasa gagal diperjuangkannya “Piagam Jakarta”, kini mereka membangun perjuangan itu lewat jalur legislasi. Mereka memasukkan nilai-nilai agama mereka kedalam peraturan perundang-undangan. Kini ada banyak UU yang mengarahkan kepada syariah, misalnya UU perkawinan, UU peradilan Agama, UU wakaf, UU sisdiknas, UU perbankan syariah, UU surat berharga syariah (SUKUK), UU yayasan, UU Arbitrase, UU pornorafi dan pornoaksi, dan lain-lain. Apapun alasannya, semua ini bertentangan denga prinsip dasar negeri ini.”
Itulah kerasnya sikap sebagian kaun Kristen dalam menentang berlakunya syariat Islam diindonesia. Bahkan, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), induk kaum Katholik Indonesia, telah mengirimkan surat kepada capres ketika itu. Isinya sebagai berikut : “Untuk menjaga kesatuan Negara republik Indonesia, kami menganjurkan kepada presiden dan wakil presiden terpilih untuk membatalkan 151 peraturan daerah ini dan yang semacamnya serta tidak pernah akan mengesahkan peraturan perundang-undangan yang bertentanga dengan konstitusi Repblik I ndonesia.”[2]
Adalah aneh dan sungguh sulit dipahami, bahwa kaum Kristen masih mempersoalkan UU perkawinan yang telah berlaku bagi umat Isalam sejak tahun 1974. Aneh juga kalau UU tentang sisdiknas yang sudah disahkan oleh DPR dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2003 juga terus dipersoalkan, dan dianggap oleh kaum Kristem sebagai hal yang bertentangan dengan Pancasial. Sikap kaum Kristen diindonesia inilah yang perlu dipahami bangsa indonesia. Meskipun minoritas tetapi mereka berani menyatakan sikap keagamaannya dengan tegas, jelas, dan enggan berkompromi.
Jika kita telusuri sikap kaum Kristen terhadap Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana dipaparkan dalam buku ini,kita akan menemukan gambaran yang lebih jelas. Secara umum, sulit dihindari pandangan umum, bahwa cara pandang kaum Kristen diindonesiaterhadap islam dan umat islam saat ini, masih belum bergeser banyak dari pandangan sikap kaum penjajah Belanda. Dalam sejarah perjalanan bangsa indonesia, sikap Kristen sudah berhasil memaksakan kehendaknya, sehingga pada 18 Agustus 1945, “tujuh kata”  (denga kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya ) dihapus dari piagam jakarta. Umat islam ketika itu terpaksa menerima, untuk menjaga keberlangsungan negara merdeka yang baru saja diproklamasikan satu hari sebelumnya. Piaga Jakarta kemudian dijadikan momok.[2]


2.      Rumusan masalah
a.       Bagaimana membangun karakter bangsa dengan pancasila .
b.      Bagaimana konsep Pancasila dalam perspektif alquran
3.      Tujuan penulisan

B.     LANDASAN TEORI
1.      Pancasila sebagai karakter  bangsa
Transformasi nilai-nilai kebangsaan (pancasila) dalam membangun karakter bangsa perlu dilakukan oleh segenap komponen bangsa karena sangat menentukan bagi masa depan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, terutama untuk “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (Pancasila danPembukaan UUD 1945). Pemahaman terhadap karakter dan karakter bangsa perlu benar-benar didalami agar dapat dihayati dan terbangun dalam setiap pribadi, anggota keluarga dan warga bangsa. Karakter bukanlah sesuatu yang sudah jadi, melainkan dimiliki lewat proses pemikiran, sesuatu yang terus diwacanakan, kemudian diwujudkan dalam tindakan, dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan dalam kehidupan kita. Bentuk dan nilai-nilai kebangsaan yang patut ditransformasikan dalam membangun karakter bangsa, secara umum adalah nilai-nilai Pancasila.[6]
Salah atu pemikir diindoneia yang sering dirujuk dalam penafsiran Pancasial adalah Prof. Soediman Karto-hadiprodjo, dari Universitas Katholok Parahyangan Bandung. Ia menulis sebuah buku yang berjudul Pancasila dan/dalam Undang-Undang Dasar 1945, (Bandung: Bima Cipta). Diawal tahun 1960-an, ketika pemikirannya mulai diungkap, Kartohadiprodjo berani mengkritik pemikiran Soekarno tentang Pancasila. Namun, ia tetap mengakui Soekarno sebagai penggali Pancasila. Ketika itu, dalam berbagai kursus, Bung Karno menyatakan bahwa Pancasila ada-lah “subimasi dari  Declaration of Independence  dan mani-festo komunis, eeng hogere optrekking”. Menurut Kartohadiprodjo, Bung Karno keliru. Sebab, pangkal dari Declaration of Independence dan manifesto Komunis, adlah individualisme. Juga,  declaration of Independence baru berumur sekitar 1-2 abad. Sedangkan manifesto kumunis berumur 1 abad. Sedangkan Pancasila menurut Kartohadiprodjo, sudah terpendam dibumi Indonesia selama 3,5 abad. Maka bagaimana mungkin sesuatu yang berumur lebih ua dari 3,5 abad itu dapat tersusun dari unsur-unsur yang jauh lebih muda? Kartohadiprodjo kemudian menyimpulkan bahwa :
a.       Pancasila adalah filsafat bangsa indonesia dalam artipandangan dunia. Sebagai pandanga dunia dengan kata lain filsafat, ia bersistem dan sila-sila Pancasila kait-mengkait secara bulat. Kebulatan itu menunjukkan hakikat maknanya sedemikian rupa sehingga memenuhkan bangun filsafat Pancasila itu jika substansinya memang  sesuai dengan isi jiwa bangsa Indonesia turun-temurun. Isis jiwa inilah yang merupakan alat pengukur benar tidaknya isi yang diberikan itu benar-benar adalah filsafat pancasila.
b.      Pancaran jiwa suatu bangsa adalah dalam kebudayaannya dan didalamnya salah stu subsistem normatifnya adalah sistem hukum Adat sebagai sistem hukum tersendiri dalam kebudayaan Indonesia. Azas hukum adat dapat dipakai sebagai tolok ukur isi jiwa bangsa Indonesia, dan isi jiwa bangsa yang terungkap dalam pergaulan hidup khususnya yang terkristalisasi dalam hukum adat ialah terminologi kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan.[2]
kita perlu memahami,mengahyati, dan mengamalkan pancasila dalam segi kehidupan.Tanpa upaya itu, Pancasila hanya akan menjadi rangkaian kata-kata indah dan rumusan yang beku dan mati serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Pancasial yang dimaksud disini adalah Pancasila yang dirumuskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri dari 5 sial dan penjabarannya sebanyak 36 butir yang masing-masing tidak dapat dipahami secara terpisah melainkan satu kesatuan. Sangatlah wajar kalau Pancasila dikatakan sebagai fisafat hidup bangsa karena, menurut Muhammad Noor Syam (1983:346).Nilai-nilai dasar dalam sosio budaya Indonesia hidup dan berkembang sejak awal peradabannnya yang meliputi :
a.       Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan secara sederhana;
b.      Kesadaran kekeluargaan, dimana cinta dan keluarga sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat dan sinambungnya generasi;
c.       Kesadaran musyawarah mufakat dalam menetapkan kehendak bersama;
d.      Kesadaran gotong-royong, tolong-menolong;
e.       Kesadaran tenggang rasa, atau tepa selira, sebagai semangat kekluargaan dan kebersamaan; hormat-menghormati, saling pengertian demi keutuhan kerukunan dan kekeluargaan dalam kebersamaan.
Pancasila adalah dasar negara indonesia yang merupakan fungsi utamanya dan dari segi materinya digali dari pandangan hidup dan kepribadian bangsa (Dardodiharjo,1988:17). Pancasila dalah dasar negara bangsa indonesia yang mempunyai fungsi  dalam hidup dan kehidupan bangsa dan negara indonesia tidak saja sebagai dasar negara RI, tapi juga  alat pemersatu bangsa, kepribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, sumber dari sumber hukum dan sumber ilmu pengetahuan diIndonesia (Aziz,1984: 70). Dari sini dapat kita ketahui bahwa Pancasila merupakan dasar negara bangsa yang membedakannya dengan yang lain.[1]




2.      Studi analitik Pancasila dalam pesrpektif alquran
a.       Sila pertama dalam perspektif Al-qur’an
“Ketuhanan yang maha Esa” adalah konsep ketuhanan yang memiliki makna konsep tauhid, yaitu konsep ketuhanan dalam islam yang mengakui Allah sebagai satu-satunya tuhan yang berhak disembah, ditaati, dan dipuja. Ketuhanan yang maha Esa tidak dapat dimaknai dengan pemahaman, bahwa “Tuhan tidak ada, karena tuhan hanya ilusi pemikiran manusia ”. karena itu, konsep Tauhid tidak mungkin hidup damai denga ateisme. Dalam satu makalah yang berjudul “ Hubungan Agama dan Pancasila” yang dimuat dalam buku Peranan Agama dalam Pemantapan Ideologi Pancasila, terbitan Badan Litbang Agama, Jakarta 1984/1985, Rais Aam NU, KH Achmad Siddiq, menyatakan:
“kata “Yang Maha Esa” pada sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) merupakan imbangan tujuh kata yang dihapus dari sila pertama menurut rumusan semula. Pergantian ini dapat diterima dengan pengertian bahwa kata “Yang Maha Esa” merupakan penegasan dari sila ketuhanan, sehingga rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” itu mencerminkan pengertian tauhid (mnoteisme murni) menurut akidah Islamiyah (surat al-ikhlas). Kalau para pemeluk agama lain dapat menerimanya, maka kita bersyukur dan berdoa.” [2]
b.      Sila ke-dua dalam perspektif Al-qur’an
“Kemanusiaan yang adil dan beradab”

c.       Sila ke-tiga dalam perspektif Al-qur’an
“Persatuan indonesia”
d.      Sila ke-empat dalam perspektif Al-qur’an
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”


e.       Sila ke-lima dalam perspektif Al-qur’an
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”
C.     PENUTUP
1.      Kesimpulan
2.      Saran

Daftar pustaka :
MEMBANGUN KARAKTER BANGSA DALAM PERSPEKTIF ALQURAN
Jalaludin & Abdullah. 2009. Filsafat pendidikan. Jogjakarta : AR-RUZZ MEDIA.[1]
Husaini, Adian. 2009. PANCASILA BUKAN UNTUK MENINDAS HAK KONSTITUSIONAL UMAT ISLAM. Jakarta : GEMA INSANI.[2]
 Suryanegara, Ahmad. 2010. API SEJARAH. Bandung : Salamadani.[3]
Tuk Setyohadi. 2003. SEJARAH PERJALANAN BANGSA INDONESIA DARI MASA KE MASA. Bogor : Rajawali Corporation.[4]
Alburaikan, Ibrahim. 1998. PENGANTAR STUDI AQIDAH ISLAM. Jakarta : Robbani press.[5]
Elektronik,zubair.Juni 2014. Makalah Pancasila Pengertian Karakter dan Karakter bangsa.ZUBAIR@ELEKTRONIK.Diakses dari : http://makalahzubair.blogspot.com/2014/06/makalah-pancasila-pengertian-karakter.html [6]
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar